......... Selamat Tahun Baru 2013, Semoga Kita Semakin Sukses .........

Kamis, 31 Januari 2013

Manufacturing Hope 62 Dari Buli, Ria Berdikari Ingin Angkat Harga Diri

Manufacturing Hope 62 Dari Buli, Ria Berdikari Ingin Angkat Harga DiriManufacturing Hope 62 Dari Buli, Ria Berdikari Ingin Angkat Harga Diri
Kamis, 31 Januari 2013
 
TIBA di lokasi ini saya diberi pilihan: naik jip atau sepeda motor trail. Hati ingin memilih trail, tapi otak mengatakan jangan. Udara lagi sangat panasnya. Matahari sangat teriknya.
 
Saya pun menunjuk mobil setengah tua yang rodanya cocok untuk off-road itu. "Tapi, harus saya yang nyetir," ujar wanita muda berjilbab putih dan bercelana jins itu. "Di sini tidak ada tebing yang bisa ditabrak," tambahnya.
 
Saya tahu wanita itu lagi menyindir saya yang suka mengemudikan mobil sendiri dan baru saja menabrakkan mobil listrik Tucuxi ke tebing terjal di Magetan.
 
Hari itu, Senin minggu lalu, saya memang ingin mengelilingi ranch besar milik BUMN yang sudah lama telantar. Yakni, lahan peternakan sapi seluas 6.000 ha milik PT Berdikari United Livestock (Buli), anak perusahaan PT Berdikari (Persero). Lokasinya di Desa Bila, tidak jauh dari Danau Tempe di Kabupaten Sidenreng Rappang (lazim disingkat Sidrap), Sulawesi Selatan.
 
Sudah lama ranch tersebut begitu-begitu saja. Nasibnya tidak jauh berbeda dengan ranch yang ada di Sumba, yang luasnya juga sekitar 6.000 ha. PT Berdikari sudah lama tidak bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Bukan saja tidak bisa membantu program pemerintah di bidang peternakan, bahkan justru terlalu bergantung kepada pemerintah. Wajah PT Berdikari adalah wajah yang muram. Karena itu, awal tahun lalu direksinya diganti.
 
Sebagaimana juga di Sumba, sebenarnya ingin sekali saya bermalam di Bila. Tapi, ternyata tidak perlu. PT Buli sudah mulai bergerak dengan konsep yang jelas. Tanda-tanda kehidupan mulai tampak di daerah yang terletak sekitar lima jam naik mobil dari Makassar itu.
 
Wanita berjilbab putih itu dengan tangkas segera naik mobil dan mengendalikan kemudi. Dialah Ir Ria Kusumaningrum, yang tahun lalu diangkat jadi direktur PT Buli. Ria adalah lulusan Fakultas Peternakan IPB tahun 2004.
 
Ria sangat tangkas mengemudi. Saya duduk di sebelahnya. Di kursi belakang duduk Dirut PT Berdikari Librato El Arif, yang hanya bisa tersenyum melihat percakapan tadi. Arif-lah yang mengangkat wanita muda tersebut menjadi direktur PT Buli yang waktu itu dalam keadaan sulit-sulitnya. Arif cukup jeli memilih orang. Dia tidak salah memilih Ria sebagai direktur untuk peternakan besar yang lagi sakit parah itu.
 
Sambil mengemudikan mobil di jalan off-road yang berjungkit-jungkit itu, Ria terus menceritakan apa yang sedang dan masih terus dia lakukan. "Di lahan ini akan kami buat ranch, bisa untuk 50.000 sapi," ujar Ria dengan semangatnya. Ucapan itu kelihatannya mustahil terwujud. Terdengar seperti omong besar. Setahun lalu, ketika saya mulai mengkaji persoalan peternakan ini, tidak pernah ada pemikiran seperti itu.
 
Waktu itu yang sering diteorikan adalah: Lahan 6.000 ha maksimum hanya akan bisa dihuni 6.000 ekor sapi. Angka 50.000 yang disebut Ria jauh dari teori itu.
 
Konsep awal ranch Buli itu memang sama dengan yang ada di Sumba. Sapi dibiarkan hidup liar di padang gembalaan. Murah dan mudah. Tinggal memelihara beberapa kuda dan anjing untuk menggembalakannya. 

Tapi, kenyataannya sangat berbeda. Baik di Sumba maupun di Sidrap, cara seperti itu tidak bisa berkembang. Ada beberapa persoalan teknis. Misalnya soal bagaimana menjaga kualitas sapi. Untuk sapi yang dibiarkan liar, kualitas keunggulannya merosot. Sebab, terjadi perkawinan inses. Sering terjadi anak laki-laki yang sudah besar mengawini ibunya atau saudara kandungnya. Sulit mengawasinya.
 
Yang seperti itu tidak terjadi di luar negeri. Di sana sapi jantan yang tidak unggul langsung dikebiri. Itulah yang tidak mungkin dilakukan di Indonesia. Masih ada pendapat yang mengatakan bahwa pengebirian seperti itu melanggar ajaran agama tertentu.
 
Ria yang setelah lulus menekuni penelitian ternak tropik itu tidak mau meneruskan sistem peternakan liar seperti konsep tersebut. Itu sesuai dengan arahan direksi PT Berdikari dan hasil diskusi dengan para ahli dari Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar yang aktif membantu Ria di Buli.
 
Cara baru itu pun ditunjukkan kepada saya. Setelah mengunjungi instalasi pengolahan kompos dan makanan ternak, saya dibawa ke pinggir sebuah danau kecil yang ada di tengah-tengah ranch. Di situlah ada sebuah kandang yang terbuka. Yakni, hamparan rumput yang dipagari dengan kayu setinggi 1,5 meter yang dirangkai dengan kawat berduri. Luas kandang itu hanya sekitar 3.000 meter persegi. Tidak ada atapnya. Di dalam kandang itu (di Jawa lebih tepat disebut kombong) terdapat 150 sapi yang hidup mengelompok.
 
Uji coba sistem kombong itu sudah berlangsung empat bulan. Sapi tidak dibiarkan liar lagi meski juga tidak dimasukkan ke kandang. Uji coba tersebut sudah bisa disimpulkan: berhasil baik. Karena itu, sistem kombong akan dikembangkan. Ria sudah membangun 15 kombong. Tidak harus di dekat danau karena sarana untuk minum sapi bisa dibangun di tengah kombong. 
 
Ke depan, Ria berencana membangun 500 kombong di lahan 6.000 ha itu. Fungsi tiap kombong akan dibedakan. Ada kombong untuk anak-anak sapi dengan umur tertentu. Satu kombong bisa dihuni 200 anak sapi. Lalu, ada kombong untuk sapi yang lebih besar yang sudah siap dihamili. Kombong seperti itu diisi 150 ekor sapi. Ditambah pejantan unggulan. Lalu, ada kombong untuk sapi besar yang hanya berisi 100 ekor.
 
Sapi-sapi yang sudah bunting dimasukkan ke kandang tertutup. Di situ disiapkan sarana untuk melahirkan yang sehat. Juga disiapkan nutrisi yang lebih baik.
 
Ke depan, pagar kombong itu tidak lagi dibuat dari kayu kering. Pagar tersebut akan berupa pagar hidup. Ria sudah membuat pembibitan pohon jabung. Saya pun dibawa ke area pembibitan. Ada 400.000 bibit pohon jabung yang disiapkan. Saya percaya saja pada angka itu. Daripada diminta menghitung sendiri.
 
Bibit-bibit pohon jabung itulah yang akan ditanam rapat membentuk pagar hidup kombong. Pohon tersebut akan berdwifungsi: untuk pelindung sapi dan untuk dijual kayunya setelah berumur lima tahun. Juga ada fungsi menghemat: daripada beli kayu untuk pagar. Pohon jabung adalah pohon yang lekas bongsor yang kini lagi sangat happening di Jawa Barat.
 
Maka, setahun lagi sudah akan kelihatan bentuknya. Lahan 6.000 ha itu akan dibentuk menjadi kombong-kombong sapi. Tiap 10 ha satu kombong. Di setiap lahan 10 ha itu ditanami rumput gajah (2 ha) dan sorgum (3 ha). Di tengah-tengah tanaman rumput dan sorgum itulah kombong untuk kandang sapi. Fungsi rumput tidak lain untuk makanan sapi. Sedang fungsi sorgum untuk makanan manusianya dengan batang dan daun untuk sapinya. 
 
Dengan demikian, akan ada blok-blok 10 ha di Buli yang tidak saja memudahkan pengawasannya, tapi juga bisa menampung lebih banyak sapi di dalamnya. Dengan metode itulah ranch di Bila bisa menampung 50.000 sapi.
 
Masyarakat sekitar peternakan akan dilibatkan. Kelompok-kelompok peternakan di sekitarnya akan diberi kesempatan memiliki kombong seperti itu. Sapinya milik masyarakat dengan modal dari PKBL BUMN. Wakil bupati Sidrap yang ikut hadir hari itu akan mengajak warganya untuk ikut cara Buli tersebut. Inilah ranch model Buli, model Berdikari, model Ria. Berbeda dengan Australia atau Jawa.
 
Setahun lagi saya berjanji bertemu Ria di Bila. Dan akan bermalam di situ. Sambil menikmati makanan Sidrap yang enak-enak. Dan mengelilingi kombong-kombong pohon hidup yang sudah jadi. 
 
Inilah roh baru PT Berdikari. Saya memang meminta Berdikari fokus menangani peternakan sapi. Tidak usah usaha macam-macam seperti di masa lalu, yang semuanya berantakan. Usaha asuransinya harus dilepas. Demikian juga usaha mebelnya. Fokus: sapi, sapi, dan sapi.
 
Negara lagi memerlukan peran BUMN seperti Berdikari. Indonesia terlalu besar mengimpor sapi. Tidak boleh Berdikari justru jadi benalu negeri. Terbukti, ketika fokus, direksinya bisa menemukan jalan yang begitu hebat dan asli. Yang akan bisa ikut mengatasi kekurangan daging sapi di dalam negeri. 
 
Terlalu besar kita impor sapi. Menghabiskan devisa dan harga diri. (*) 
 
Sumber : http://www.radarbangka.co.id/dahlaniskan/detail/19/manufacturing-hope-62-dari-buli-ria-berdikari-ingin-angkat-harga-diri.html

Bos Kompas Puji Dahlan Iskan Kreatif

Bos Kompas Puji Dahlan Iskan KreatifBos Kompas Puji Dahlan Iskan Kreatif
 
 
Presiden Komisaris Kelompok Kompas Gramedia, Jakob Oetama menilai sosok Dahlan Iskan sebagai anak muda yang kreatif dan tidak mengenal lelah. Makanya menurut dia, Dahlan dipercaya sebagai Menteri BUMN di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY).  "Jarang sekali anak muda yang kreatif  tidak mengenal lelah dan akhirnya sampai dipercaya membantu Presiden untuk posisi menteri. Tentu sesuatu yang membanggakan, kita bersyukur sebagai sesama rekan wartawan," kata Jakob pada Peresmian Kompas Gramedia Fair dan Peluncuran Buku karya Dahlan Iskan di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (29/2).
   
Jakob mengatakan Dahlan punya pandangan jauh melihat sebuah peristiwa. Menurutnya, hal itu terlihat dari tulisan-tulisannya. Ia mencontohkan dalam buku Dahlan yang berjudul Ganti Hati.  "Memang persaoalan medis, penyembuhan penyakit. Tetapi sepintas melihat bahwa tidak hanya melihat dari sisi penyembuhan, tapi ada sesuatu pembaruan, penegasan dan panggilan hidup. Sesuatu peristiwa yang dilihat, ada dimensi iman. Iman kita masing-masing," katanya.
   
Sementara, Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang juga hadir, mengaku sebagai orang yang sempat meragukan kepemimpinan Dahlan Iskan saat ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) PLN. Pasalnya, perusahaan plat merah itu membutuhkan pengetahuan yang tekhnis. "Banyak yang meragukan Pak Dahlan di PLN. Saya juga termasuk orang yang meragukan karena memimpin perusahaan yang teknis," kata pria yang akrab disapa JK ini.
   
Namun keraguan itu dijawab Dahlan dengan membuat gebrakan di PLN. Salah satunya adalah tidak ada lagi pemadaman lampu secara bergiliran di seluruh Indonesia. "Tapi pengalaman kita di mana-mana, masalah CEO (Chief Executive Office) itu adalah masalah commonsense (bisnis yang tindakannya didasarkan pada akal sehat), bukan soal tekhnis.  Yang urus teknis ada direktur. Yang dipake Pak Dahlan adalah commonsense, yang logis saja," katanya.
   
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan keberhasilan Dahlan dalam memimpin PLN karena mampu memperpendek proses birokrasi dengan berorientasi pada hasil buka pada proses. "Dahlan mampu merubah result oriented. Sama seperti saya, proses nomor dua, asal jangan juga melanggar aturan, karena kalau salah juga bahaya. Kalau murni birokrasi ya susah. Apa yang dibuat ia memperpendek proses dengan result oriented tapi tidak salah (melanggar aturan)," katanya.
   
Peluncuran buku karya Dahlan Iskan terdiri dari tiga judul. Yakni, Dua Tangis dan Ribuan Tawa, Ganti Hati: Tantangan Menjadi Menteri Karya dan Tidak Ada yang Tidak Bisa. Selain Dahlan Iskan, acara ini juga mantan Wakil Presiden, M Jusuf Kalla, Komisaris PT Bank Central Asia Raden Pardede. Dahlan sendiri mengaku deg-degan menjelang 6 Agustus 2012 karena pada tanggal tersebut genap 5 tahun menjalani masa cangkok hati. "Lima tahun merupakan masa kritis. Jika kurun waktu tersebut terlewati maka Insya Allah saya selamat," katanya.
      
Dahlan mengaku saat sakit, dia sudah menghitung hari. Pasalnya, dia pernah memberi pertolongan kepada seorang kenalan untuk menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Singapura. "Saya memberi jaminan kepada pihak rumah sakit untuk operasi tersebut. Operasi berlangsung lancar, namun tidak lama kenalan saya itu akhirnya meninggal dunia," ujarnya.  Dahlan memberikan gambaran bahwa transpalantasi hati bagi seseorang hanya sebuah jalan, namun tetap takdir yang menentukan. "Untuk itu saya bersyukur mendapatkan berkah dan bisa bertahan hingga saat ini," ujarnya.
   
Menurut pria kelahiran Magetan 17 Agustus 1951 ini, kunci dirinya bisa bertahan adalah disiplin. "Saya disiplin karena taruhannya mati. Sesuatu yang taruhannya mati akan membuat seseorang tingkat disiplinnya meningkat," ujarnya. Pada kesempatan itu, Dahlan juga membuka rahasia bisa bertahan, yaitu tetap bekerja keras, berolahraga dan tidak lupa minum obat."Obat yang saya konsumsi tiga kali sehari bukanlah untuk menyembuhkan, tetapi hanya alat untuk mempertahankan agar hati yang dicangkok tetap terkoneksi dengan tubuh saya," ujarnya.
   
Ia bersoloroh, ibarat komputer, obat itu hanya semacam konektor dari komputer Apple ke Microsoft. "Jika ada penolakan, maka bisa saja sewaktu-waktu terjadi diskoneksi. Ini yang harus tetap dijaga dengan konsumsi obat yang dosisnya makin lama sudah semakin kecil," ujarnya.  Seperti diberitakan kemarin, Lembaga Charta Politika  memberikan penghargaan berupa award kepada Dahlan Iskan sebagai Menteri Berpengaruh 2011. Dahlan menerima penghargaan bersama 4 tokoh lainnya, Saan Mustopa (politisi koalisi pemerintah) Akbar Faizal tokoh (oposisi), Febri Diansyah (aktivis/pengamat), Walikota Solo Joko Widodo (politisi kepala daerah) dan politisi senior Golkar Akbar Tanjung (lifetime achievement).   
   
Dahlan Iskan mendapat penghargaan dari Charta Politika Award III dalam kategori sebagai pimpinan kementerian paling berpengaruh selama tahun 2011. Ia mendapat penghargaan ini karena dari hasil media tracking Charta Politika, menunjukkan, Dahlan selalu mendapat pemberitaan yang positif dalam kariernya di dunia pemerintahan. Sebanyak 65 persen pemberitaan di media tentangnya bernilai positif, sementara sisanya 35 persen bersifat netral.
   
Lembaga yang pernah dipimpin Arya Bima Sugiarto ini memberi bobot berdasarkan pemberitaan di media dengan penelitian sejak 20 Februari 2011 hingga 20 Februari 2012. Meski mendapat penghargaan, Dahlan berada dalam posisi urutan keempat secara grafis, dalam nominator kategori kementerian berpengaruh di media tahun 2011.
   
Dahlan tercatat memberikan 360 kali pernyataan selama di media, sehingga cukup dikenal masyarakat. Menurut dia, Dahlan Iskan dinilai sebagai sosok yang tak suka sistem birokrasi yang bertele-tele. Hal ini karena ia berlatar belakang pengusaha dan pedagang yang profesional dan cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah. "Gaya beliau yang tak resmi dan santai jadi ciri khas kepemimpinan Dahlan Iskan. Apalagi ia sempat menjadi buah bibir karena mendatangi rapat kerja pemerintah di Istana Bogor dengan menggunakan kereta Commuter Line dan ojek," ujar Yunarto. (aga/dim/c5/ttg/awa)

Sumber : http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/global/5997/bos-kompas-puji-dahlan-iskan-kreatif.html

Dialog Trotoar Dahlan Iskan dengan Demonstran

Dialog Trotoar Dahlan Iskan dengan DemonstranDialog Trotoar Dahlan Iskan dengan Demonstran
 
Oleh Hazairin Sitepu
 
’’Saya Dahlan...’’

"Anda demo ya?" tanya Dahlan Iskan.
"Iya Pak, kami lagi demo,"  jawab beberapa mahasiswa.
"Demo soal apa?" tanya Dahlan lagi.
"Demo Pilkada, Pak," jawab mereka.

"Pilkada di mana?," Dahlan melanjutkan pertanyaan.
"Pemilihan gubernur DKI, Pak," jawab Dadan Gundara, salah satu demonstran.
"Mengapa Anda demo Pilkada DKI?" Dahlan terus bertanya.

"Supaya gubernur DKI yang akan datang lebih bagus Pak," jawab mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta yang tergabung dalam BEM Jakarta Raya itu.
"Bagus..bagus," kata Dahlan.
"Ini Pak Dahlan ya. Benar ini Pak Dahlan Iskan ya?" tanya Dadan.

"Iya, saya Dahlan. Kenapa?" Jawab Dahlan.
"Alhamdulillah, saya bisa bertemu langsung dengan  Bapak. Selama ini saya hanya baca di online. Kita sering mendiskusikan berita tentang Bapak," kata mahasiswa  asal Padalarang, Bandung Barat, tersebut.

"Bapak baru habis olahraga ya?" tanya Dadan.
"Tidak, saya baru habis kasih kuliah di situ," kata Dahlan sambil menunjuk kantor Lembaga Pertahanan Nasional.  "Di Lemhannas," Dahlan menambahkan.

"Kok, pake sepatu kets, Pak?" Dadan menimpali. "Jadi berita-berita Pak Dahlan pake sepatu kets itu benar donk," ia melanjutkan pertanyannya.
"Demonya sudah selesai?" Dahlan memotong pertanyaan soal sepatu kets..
"Sekarang istirahat dulu Pak,  mau salat dhuhur. Boleh pinjam tempat salat di sini, Pak," kata Dadan kepada Dahlan.

"Shalat di kantor saya saja. Ayo," jawab Dahlan sambil berjalan agak cepat ke arah kantornya yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempat mereka berdialog.
"Kantor Bapak di mana" Jauh tidak dari sini," tanya Dadan.

"Itu, dekat," kata Dahlan sambil menunjuk kantor Kementerian BUMN.
"Anda makan dulu yah baru shalat. Biar teriakannya kencang. Kita makan sama-sama di kantin," kata Dahlan.
"Kita sudah makan, Pak. Terima kasih," kata Dadan.

"Benar sudah makan," kata Dahlan lagi.
"Sudah Pak. Kita semua sudah makan," jawab Dadan.
"Teriakan kami kencang, Pak. Kalau tidak percaya boleh dicoba Pak," timpal Yusuf Fauzi, salah satu demonstran dari BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

"Kalau begitu kita shalat saja ya. Mau di musalah  atau di ruangan saya. Mana teman-temanmu yang lain?" kata Dahlan sambil berhenti sejenak.
"Sebentar Pak, saya panggil mereka," kata Dadan, lalu berjalan ke arah teman-temannya yang masih bertahan di depan kantor gubernur DKI. Dahlan menunggu di depan kantor Kementerian BUMN.

"Mereka shalat di sana, Pak," katanya setelah kembali.
"Ayo, shalat di ruangan saya saja," kata Dahlan sambil berjalan menuju lobi kantornya.

Dua mahasiswa demonstran itu pun masuk ke lift bersama Dahlan, ke lantai 19. Dahlan mengajak keduanya  ke ruang kerjanya. "Ini kamar mandi, Anda wudhu di situ," kata Dahlan kepada keduanya.

Ketika Dadan dan Fauzi sedang berwudhu, Dahlan menyiapkan dan menggelar sejadah di sisi selatan ruang kerjanya.

Setelah dua mahasiswa tersebut keluar dari kamar mandi,  gantian Dahlan yang masuk untuk berwudhu. Sehabis wudhu, Dahlan langsung qomat dan mempersilakan Dadan menjadi imam.

Usai shalat, Dadan dan Fauzi  turun bersama Dahlan ke lobi kantor. Keduanya kemudian kembali menemui teman-temannya di depan kantor gubernur DKI dan Dahlan menuju Hotel Borobudur untuk ceramah di depan ratusan direktur utama  perusahaan Badan Usaha Milik Daerah.

Itulah dialog antara Dahlan Iskan dengan dua demonstran Kamis lalu. Mereka bertemu secara kebetulan di trotoar depan Kantor Gubernur DKI di Merdeka Selatan. Waktu itu Dahlan Iskan baru saja selesai memberi kuliah kepada mahasiswa Lemhannas dan hendak menuju kantornya di Kementerian BUMN dengan jalan kaki. Sementara Dadan dan teman-temannya (tampak sekitar 20 orang) sedang berdemo di depan Kantor Gubernur DKI.

Dahlan memang sering jalan kaki kalau hendak dan dari kantor-kantor di sekitar Merdeka Selatan. Kalau ke Istana Wapres ia beberapa kali jalan kaki pergi-pulang. Begitu pula ke kantor Kementerian ESDM. Dalam lift Dadan, yang cerewet itu, juga bertanya tentang rencana pemerintah menaikkan tarif BBM. Dahlan yang wartawan, menjawab dengan sangat tangkas. "Presiden pasti memikirkan yang terbaik untuk rakyat," begitu salah satu jawaban Dahlan atas pertanyaan Dadan.

Hal yang paling penting dari bertemunya Dahlan Iskan dengan mahasiswa demonstran ini adalah sikapnya dia melayani dialog mahasiswa demonstran itu. Juga sikap Dadan dan Fauzi yang begitu berbudaya  bertutur sapa dengan Dahlan yang seorang menteri.

Kedua mahasiswa tersebut malah salut dengan Dahlan yang mau melayani mereka sepenuh hati. Saya memang sempat khawatir akan terjadi caci-maki atau keluar kata-kata tidak sopan para demonstran itu kepada pemerintah. Sebab mereka sedang berhadapan dengan seorang menteri, di arena demonstrasi pula.

Sebaliknya , mereka begitu sopan bertutur sapa, dan Dahlan pun melayani sepenuh hati. Dialognya begitu cair, saling menghargai, dan Dahlan pun memposisikan para demonstran itu sejajar dengannya pada saat terjadi dialog. Mereka bahkan memuji Dahlan yang meskipun sudah menjadi menteri tetap bersikap apa adanya. (*)
 
Sumber : http://www.radarbangka.co.id/berita/detail/global/6295/dialog-trotoar-dahlan-iskan-dengan-demonstran.html